SINOPSIS
Versi PDF : https://drive.google.com/file/d/1gkRIGlIMn4BaEZpn2l6mm3YweNgGKlfH/view?usp=sharing
Versi Flipbook : https://ppppbi.com/upload/files/magazines/6786ea000f52d/index.html
HARAPAN
“Menyerah adalah kelemahan terbesar. Cara pasti untuk Sukses adalah mencoba dan mencoba” kata Thomas Alfa Edison, yang dikenal sebagai penemu awal bola lampu listrik. Konon penemuan tersebut diperoleh setelah melalui banyak percobaan dan berkalikali gagal. Bagi Edison kegagalan merupakan cara untuk memperoleh hasil terbaik dan merupakan ongkos yang harus dikeluarkan dalam mencapai kesuksesan.
Keinginan untuk terus mencoba adalah ikhtiar dan menjadi pertanda bahwa harapan itu selalu ada dalam setiap momentum. Gagal adalah sukses yang tertunda kata pepatah. Oleh sebab itu, ikhtiar yang dilakukan dengan sungguh-sungguh namun belum memberikan hasil, jangan sampai menjadikan kehilangan semangat yang menjadikan kehilangan harapan.
Apa yang dialami Bambang Setyoko—seperti yang dituturkannya dalam Tajuk—merupakan pelajaran berharga bagi yang membacanya. Tidaklah mudah menerima vonis berat. Awalnya denial, namun realitas adalah sunnatullah. Tak ada jalan lain, kecuali berserah sambil terus berikhtiar maksimal sehingga yang berat itu bisa dihadapi dengan lebih tenang. Tidak mudah pula, apa yang dihadapi Dewi Gunherani ketika anak gadisnya yang lincah secara tiba-tiba tak berdaya karena sakit yang tidak disangka-sangka. Sebagai seorang ibu, sudah pasti sakit yang diderita anaknya adalah sakitnya juga. Bagi Dewi Gunherani bukan masalah sakit itu yang dipikirkan, tapi bagaimana menyikapi masalah adalah lebih penting untuk tidak terpuruk. Ia sangat bersyukur sebagai Karyawati Bank Indonesia, karena tidak perlu memikirkan persoalan finansial dalam membiayai. Tinggal mental baik bagi dirinya maupun anak gadisnya yang harus dijaga. Kedewasaan dalam menghadapi masalah itulah yang membawa kejernihan tindakan dalam menyalakan harapan bagi putri cantiknya.
Disabilitas yang disandang putrinya tidak menghalangi untuk berprestasi secara akademik, bahkan merealisasikan keinginan berbuat untuk kepentingan sesama.
Kepasrahan atas suatu keadaan tidak harus dicerna sebagai topeng (perisai) dari kemalasan dan menerima kenyataan bukan merupakan kedok bagi keputusasaan. Pasrah atas musibah bukan berarti menyerah, apalagi kehilangan harapan. Bukan pula mendiamkan, harus diikuti dengan ikhtiar maksimal.
Tuhan tidak pernah tidur dan mendengar setiap desis doa yang dipanjatkan makhluk-Nya di sunyinya malam ataupun di tengah hiruk pikuk kehidupan. Dalam kitab Al Hikam, Ibnu Athaillah mengingatkan: “Jangan sampai tertundanya karunia Tuhan kepadamu, setelah kau mengulang-ulang doa (dan berikhtiar), membuatmu putus asa.
Sesungguhnya Tuhan menjamin terkabulnya upayamu sesuai dengan pilihan-Nya, bukan sesuai pilihanmu dan pada waktu yang diinginkan-Nya, bukan pada waktu yang kau inginkan”. (eMDe)